Mengapa Bank Indonesia Disebut Sebagai Pelaksana Kebijakan Moneter
Mengapa Bank Indonesia Disebut Sebagai Pelaksana Kebijakan Moneter
![]()
|
|
Kantor pusat | Djakarta, Indonesia |
---|---|
Didirikan | 1 Juli 1953 (1953-07-01) |
Pemilik | Republik Indonesia |
Gubernur | Perry Warjiyo |
Negara | Republic of indonesia |
Mata uang | Rupiah IDR (ISO 4217) |
Pendahulu | de Javasche Bank |
Situs web |
www |
Bank Indonesia
(BI) adalah bank sentral Republik Republic of indonesia sesuai Pasal 23D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.[1]
Sebelum seluruh sahamnya dibeli oleh Pemerintah Republic of indonesia[ii]
,Depository financial institution ini awalnya bernama
De Javasche Bank (DJB)
yang didirikan berdasarkan Oktroi pada masa pemerintahan Hindia Belanda.[iii]
Sebagai bank sentral, BI mempunyai tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua dimensi, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa domestik (inflasi), serta kestabilan terhadap mata uang negara lain (kurs).[4]
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga tugas ini adalah ini:
- menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
- mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; serta
- mengatur dan mengawasi perbankan (tugas ini masih berlaku pasca-UU OJK namun difokuskan pada aspek makroprudensial dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia).[5]
[6]
Ketiga tugas tersebut dijalankan secara terintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Setelah tugas mengatur dan mengawasi perbankan secara mikroprudensial dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI dalam mengatur dan mengawasi perbankan tetap berlaku, namun difokuskan pada aspek makroprudensial sistem perbankan.[six]
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Republic of indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur yang diketuai oleh seorang Gubernur Depository financial institution Indonesia. Sejak 24 Mei 2018, Perry Warjiyo menjabat sebagai Gubernur BI menggantikan Agus Martowardojo.
Dasar Hukum Pendirian Bank Indonesia
[sunting
|
sunting sumber]
Pendirian Banking concern Indonesia didahului oleh proses nasionalisasi De Javasche Bank NV (DJB) yang dilakukan pada Desember 1951 berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1951 Tentang Nasionalisasi De Javasche Bank NV.[vii]
[8]
Setelah DJB dinasionalisasi, Republik Indonesia mendirikan Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 Tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Banking concern Republic of indonesia yang disahkan pada 19 Mei 1953, diumumkan 2 Juni 1953, dan mulai berlaku pada one Juli 1953.[8]
Tanggal berlakunya UU tersebut diperingati juga sebagai hari lahir Bank Indonesia. Selain itu, di dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Banking concern Indonesia didirikan untuk bertindak sebagai banking company sentral Indonesia.[eight]
Dalam perjalanannya, peran depository financial institution Indonesia mengalami perubahan sesuai dengan dinamika ekonomi, sosial dan politik baik nasional maupun global. Sejalan dengan itu, UU yang menjadi dasar hukum eksistensi Bank Indonesia mengalami pergantian dan penyempurnaan. UU saat ini yang menjadi dasar hukum Bank Indonesia adalah UU Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Banking company Indonesia (yang telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir dengan UU No. six Tahun 2009).
Tidak hanya pada tataran UU, perubahan mendasar juga terjadi pada tataran konstitusional. Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), menyisipkan satu pasal baru, 23D, yang berbunyi, ” Negara memiliki suatu banking company sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan Undang-Undang.”
Sejarah
[sunting
|
sunting sumber]
Pada 1827-28, Raja Willem I menerbitkan Oktroi (Hak Ekslusif) pendirian De Javasche Bank (DJB) untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan keuangan di Koloni Hindia Belanda yang timbul pasca-kebangkrutan VOC.[9]
DJB didirikan sebagai perseroan swasta dengan peran ganda: (ane) sebagai banking company sirkulasi dengan hak monopoli menerbitkan dan mengedarkan uang rupiah; dan (2) sebagai bank komersial yang memberikan jasa keuangan perbankan pada umumnya
(general banking services).
[10]
Sebagai instrumen pemerintahan kolonial, pendirian DJB ditujukan untuk melakukan reformasi keuangan dan menerapkan sistem moneter yang seragam di dalam wilayah Hindia Belanda.[9]
Oktroi I berakhir (kedaluwarsa) pada 1838. Akan tetapi, Kerajaan Belanda terus menerbitkan Oktroi baru sampai Oktroi Eight digantikan oleh Undang-Undang DJB (DJB-Moisture) pada 1922.
Selama masa Oktroi, DJB berhasil menyelesaikan permasalahan moneter (yang terutama ditimbulkan oleh penerbitan mata uang
specie
(terutama koin tembaga) secara berlebihan) dan menerapkan standar nilai tukar emas (gold-exchange standard).[10]
Oleh karena itu, meskipun mata uang di Pusat Kerajaan (Holandia) dan di daerah koloni tidak sama, namun kedua mata uang tersebut dapat ditransaksikan dengan kurs 1:i.[10]
Upaya mempertahankan kestabilan kurs tersebut sangat penting bagi persero-persero di daerah koloni, mengingat hampir seluruh keuntungan usaha dan kelebihan dana direpatriasi ke kantor-kantor pusat mereka di Holandia.[10]
Pada masa Oktroi 8, DJB juga mulai memperkenalkan sistem kliring di Batavia yang diikuti oleh 6 banking company ternama masa itu: DJB, NHM Factory, Hongkong and Shanghai Banking Corp, Chartered Banking company of Republic of india, Australia and China Bank, dan De Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij.[11]
Pada masa Perang Dunia I, Belanda menghentikan sementara penerapan standar nilai tukar emas akibat menipisnya cadangan emas di Eropa. Selain itu, Kerajaan Belanda juga mengubah secara drastis tata kelola DJB dengan menerbitkan Undang-Undang DJB
(De Javasche Bankwet)
pada 1922. Berdasarkan beleid tersebut, DJB diwajibkan meminta arahan dari Pemerintah Kerajaan dalam menjalankan kebijakan di daerah koloni. DJB juga wajib memperoleh persetujuan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk urusan-urusan operasional tertentu.[12]
Selain itu, UU tersebut lain memperkenalkan fungsi baru kepada DJB, yaitu sebagai agen fiskal atau pemegang kas umum pemerintahan kolonial.[12]
Beberapa amandemen terhadap UU tersebut dilakukan setelah 1922. Akan tetapi, struktur dan tata kelola DJB relatif tidak berubah sampai ketika Pemerintahan Revolusi Republic of indonesia mengambil alih DJB dan mengubahnya menjadi Depository financial institution Indonesia pada 1952.
Pada tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Depository financial institution Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai banking company sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Banking company Indonesia diamendemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Republic of indonesia, termasuk penguatan
governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amendemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Banking concern Indonesia.
Status dan Kedudukan Depository financial institution Republic of indonesia
[sunting
|
sunting sumber]
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
[sunting
|
sunting sumber]
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu Undang-Undang No. 23/1999 tentang Banking company Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu
lembaga negara independen
dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Depository financial institution Republic of indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Depository financial institution Indonesia, dan Banking company Republic of indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Depository financial institution Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Republic of indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Banking concern Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Banking concern Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Banking company Indonesia berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Banking concern Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
[sunting
|
sunting sumber]
Condition Banking concern Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Republic of indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
Tujuan dan Tugas Banking concern Republic of indonesia
[sunting
|
sunting sumber]
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Banking company Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Republic of indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
[sunting
|
sunting sumber]
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
- Menjaga stabilitas sistem keuangan.
Pengaturan dan Pengawasan Banking concern
[sunting
|
sunting sumber]
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Republic of indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari depository financial institution, melaksanakan pengawasan atas depository financial institution, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Republic of indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha depository financial institution, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan banking concern, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
[sunting
|
sunting sumber]
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, programme restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan depository financial institution.
Otoritas Moneter
[sunting
|
sunting sumber]
Sebagai banking concern sentral, Depository financial institution Republic of indonesia mempunyai wewenang untuk memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter yang tepat. Kebijakan itu bisa berupa Open Marketplace Operation, Disbelieve Policy, Sanering, dan Selective Credit.
Sistem Pembayaran
[sunting
|
sunting sumber]
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Depository financial institution Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat
time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, depository financial institution sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), banking company sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem
settlement
antar banking concern melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem
settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai, Banking concern Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Republic of indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan
clean money policy
tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Banking company Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Banking company Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada banking company umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Banking company Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Republic of indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Depository financial institution Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Republic of indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Republic of indonesia (BI).
Dewan Gubernur BI
[sunting
|
sunting sumber]
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Banking company Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
[sunting
|
sunting sumber]
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Republic of indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.
Pengambilan keputusan
[sunting
|
sunting sumber]
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
Para Gubernur Depository financial institution Indonesia
[sunting
|
sunting sumber]
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
- 2018- Sekarang Perry Warjiyo
- 2013-2018 Agus Martowardojo
- 2010-2013 Darmin Nasution
- 2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
- 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
- 2003-2008 Burhanuddin Abdullah
- 1998-2003 Syahril Sabirin
- 1993-1998 Sudrajad Djiwandono
- 1988-1993 Adrianus Mooy
- 1983-1988 Arifin Siregar
- 1973-1983 Rachmat Saleh
- 1966-1973 Radius Prawiro
- 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
- 1960-1963 Mr. Soemarno
- 1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
- 1958-1959 Mr. Loekman Hakim
- 1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
Lihat pula
[sunting
|
sunting sumber]
- Sertifikat Banking concern Republic of indonesia
- Arsitektur Perbankan Indonesia
- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
- Lembaga Penjamin Simpanan
Referensi
[sunting
|
sunting sumber]
-
^
“Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Banking company Indonesia (UU BI)”.
hukumonline.com/pusatdata
(dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal
2019-05-21
.
-
^
www.bi.go.id
https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/cerita-bi/Pages/Indonesia-Beli-Saham-DJB.aspx. Diakses tanggal
2021-08-30
.
-
^
“Bagian Tiga : DJB berdasarkan Oktroi i southward.d. eight – Bank Sentral Republik Indonesia”.
www.bi.become.id
. Diakses tanggal
2019-05-21
.
-
^
Penjelasan UU Bank Indonesia Pasal seven -
^
“Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK)”.
www.ojk.go.id
. Diakses tanggal
2019-05-21
.
-
^
a
b
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), Tugas BI dalam mengatur dan mengawasi perbankan secara umum dialihkan kepada OJK, kecuali pengaturan dan pengawasan makroprudensial yang masih menjadi tugas dan wewenang Banking company Indonesia berdasarkan Penjelasan Pasal 7 UU OJK. -
^
Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2018 -
^
a
b
c
Laporan Tahunan Bank Indonesia 2018 (hal. 150, para. 1-iii) -
^
a
b
Claver, Alexander (2014).
Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942. Leiden: KITLV (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies).
-
^
a
b
c
d
Wolters, West. G. (2012). “The Decolonization of African and Asian Societies”. Dalam Bogaerts, Els; Raben, Remco.
Beyond Empire and Nation. Brill.
-
^
“Bagian Tiga : DJB berdasarkan Oktroi one s.d. 8 – Banking company Sentral Republik Republic of indonesia”.
world wide web.bi.go.id
. Diakses tanggal
2019-12-23
.
-
^
a
b
“Bagian Empat : DJB Berdasarkan DJB Wet – Bank Sentral Republik Indonesia”.
world wide web.bi.go.id
. Diakses tanggal
2019-12-23
.
Pranala luar
[sunting
|
sunting sumber]
-
Situs web resmi
-
(Indonesia)
Sejarah Pra Bank Indonesia (hingga 1953)
Sejarah Bank Indonesia (1953—2005)
Mengapa Bank Indonesia Disebut Sebagai Pelaksana Kebijakan Moneter
Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia