Perlawanan Pangeran Diponegoro Masa Perjuangan

Perlawanan Pangeran Diponegoro Masa Perjuangan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ignatius Slamet Rijadi

Zaterdag, 12 november werd in het stadion te Solo een grote massabijeenkomst geh, Bestanddeelnr 924.jpg

Rijadi berpidato dalam pertemuan massal pemindahan kekuasaan Kota Solo dari Belanda ke Republic of indonesia pada 1949.

Informasi pribadi
Lahir

Soekamto

(1927-07-26)26 Juli 1927
Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda

Meninggal 4 November 1950(1950-eleven-04)
(umur 23)
Ambon, Maluku, Republic of indonesia
Penghargaan sipil Pahlawan Nasional Indonesia
Karier militer
Pihak
Republic of indonesia
Dinas/cabang Insignia of the Indonesian Army.svg
TNI Angkatan Darat
Masa dinas 1947—1950
Pangkat Pdu brigjendtni staf.png
Brigadir Jenderal TNI
Pertempuran/perang
  • Agresi Militer Belanda I
  • Agresi Militer Belanda Two

Brigadir Jenderal (Anumerta) TNI
Ignatius Slamet Rijadi
(EYD:
Ignatius Slamet Riyadi; 26 Juli 1927 – iv Nov 1950) adalah seorang tentara Republic of indonesia. Rijadi lahir di Surakarta, Jawa Tengah, putra dari seorang tentara dan penjual buah. “Dijual” pada pamannya dan sempat berganti nama saat masih balita untuk menyembuhkan penyakitnya, Rijadi tumbuh besar di rumah orangtuanya dan belajar di sekolah milik Belanda. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda, Rijadi menempuh pendidikan di sekolah pelaut yang dikelola oleh Jepang dan bekerja untuk mereka setelah lulus; ia meninggalkan tentara Jepang menjelang akhir Perang Dunia 2 dan membantu mengobarkan perlawanan selama sisa pendudukan.

Setelah Republic of indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Rijadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta pada masa perang kemerdekaan melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Republic of indonesia. Dimulai dengan kampanye gerilya, pada 1947 ia berperang dengan sengit melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang, bertanggung jawab atas Resimen 26. Selama Agresi Militer I, Belanda mengambil alih kota tetapi berhasil direbut kembali oleh Rijadi, dan kemudian mulai melancarkan serangan ke Jawa Barat. Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Rijadi dikirim ke Maluku untuk memerangi Republik Maluku Selatan. Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi Pulau Ambon, Rijadi gugur tertembak menjelang operasi berakhir.

Sejak kematiannya, Rijadi telah menerima banyak penghormatan. Sebuah jalan utama di Surakarta dinamakan menurut namanya, begitu juga dengan fregat TNI AL, KRI
Slamet Riyadi. Selain itu, Rijadi juga dianugerahi beberapa tanda kehormatan secara anumerta pada tahun 1961, dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal ix November 2007.

Biografi

Kehidupan awal

Rijadi terlahir dengan nama Soekamto di Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda, pada tanggal 26 Juli 1927;
[1]
ia adalah putra kedua dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara Kasunanan, dan Soetati, seorang penjual buah.[two]
[3]
Saat Soekamto berusia satu tahun, ibunya menjatuhkannya; ia kemudian jadi sering sakit-sakitan. Untuk membantu menyembuhkan penyakitnya, keluarganya “menjualnya” dalam ritual tradisional suku Jawa kepada pamannya, Warnenhardjo; setelah ritual, nama Soekamto diganti menjadi Slamet. Meskipun setelah ritual secara formal ia adalah putra Warnenhardjo, Slamet tetap dibesarkan di rumah orangtuanya.[four]
Ia menganut Katolik Roma,[5]
serta dikatakan bahwa sejak kecil Slamet menyukai
‘tirakat’ berpuasa dan hal-hal ‘mistik“.[2]

Slamet umumnya menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda. Sekolah dasar dilaluinya di Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno, sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda.[4]
Saat bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, ia memperoleh nama belakang Rijadi karena ada banyak siswa yang bernama Slamet di sekolah tersebut.[6]
Saat di sekolah menengah juga ayahnya kembali “membelinya” dari sang paman.[4]
Setelah tamat sekolah menengah dan saat Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, ia melanjutkan pendidikannya ke akademi pelaut di Dki jakarta. Setelah lulus, ia bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut.[1]
[seven]

Saat tidak bekerja di laut, Rijadi tinggal di sebuah asrama di dekat Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, sesekali ia juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah.[8]
Pada fourteen Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam Perang Dunia Two, Rijadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata; Rijadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan di sana.[9]
Ia tidak ditangkap oleh polisi militer Jepang atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan kemerdekaan Republic of indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.[i]

Revolusi nasional

Setelah Jepang menyerah, Belanda berupaya untuk kembali menjajah Indonesia; karena tidak mau dijajah kembali, rakyat Indonesia-pun melawan balik. Rijadi memulai kampanye gerilya melawan Belanda dan dengan cepat memperoleh kenaikan pangkat.[1]
Ia bertanggung jawab atas Resimen 26 di Surakarta. Selama Agresi Militer Belanda I, yaitu serangan umum yang dilancarkan oleh Belanda pada pertengahan 1947, Rijadi memimpin pasukan Indonesia di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk Ambarawa dan Semarang; ia juga memimpin pasukan penyisir di sepanjang Gunung Merapi dan Merbabu.[2]

Pada bulan September 1948, Rijadi dipromosikan dan diserahi kontrol atas empat batalion tentara dan satu batalion tentara pelajar. Dua bulan kemudian, Belanda melancarkan serangan kedua, kali ini menyasar kota Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota negara. Meskipun Rijadi dan pasukannya melancarkan serangan terhadap tentara Belanda yang berusaha mendekati Solo melalui Klaten, tentara Belanda akhirnya berhasil memasuki kota. Dengan menerapkan kebijakan “berpencar dan menaklukkan”, Rijadi mampu menghalau tentara Belanda dalam waktu empat hari.[ii]
Setelah itu, Rijadi dikirim ke Jawa Barat untuk melawan Angkatan Perang Ratu Adil bentukan Raymond Westerling.[ten]

Setelah perang dan kematian

Rijadi dan pasukannya memasuki Ambon, Desember 1950.

Tak lama setelah berakhirnya perang, Republik Maluku Selatan (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Republic of indonesia yang baru lahir. Rijadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari Operasi Senopati.[ten]
[xi]
Untuk merebut kembali Pulau Ambon, Rijadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Rijadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan; mereka kemudian mendaratkan lebih banyak infanteri dan kendaraan lapis baja.[12]

Pada tanggal 3 Oktober, pasukan Rijadi, bersama dengan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, ditugaskan untuk mengambil alih ibu kota pemberontak di New Victoria. Rijadi dan Kawilarang memimpin tiga serangan; pasukan darat menyerang dari utara dan timur, sedangkan pasukan laut langsung diterjunkan di pelabuhan Ambon. Pasukan Rijadi merangsek mendekati kota melewati rawa-rawa bakau,[12]
perjalanan yang memakan waktu selama sebulan. Dalam perjalanan, tentara RMS yang bersenjatakan Jungle Carbine dan Owen Gun terus menembaki pasukan Rijadi, sering kali membuat mereka terjepit.[13]
[14]

Setibanya di New Victoria, pasukan Rijadi diserang oleh pasukan RMS. Namun, ia tidak mengetahui akhir pertempuran tersebut. Ketika Rijadi sedang menaiki sebuah tank menuju markas pemberontak pada tanggal four November, selongsong peluru senjata mesin menembakinya. Peluru tersebut menembus baju besi dan perutnya. Setelah dilarikan ke rumah sakit kapal, Rijadi bersikeras untuk kembali ke medan pertempuran. Para dokter lalu memberinya banyak morfin dan berupaya untuk mengobati luka tembaknya, namun upaya ini gagal. Rijadi gugur pada malam itu juga, dan pertempuran berakhir pada hari yang sama.[10]
[xiii]
Rijadi dimakamkan di Ambon.[ten]

Peninggalan

Patung Slamet Riyadi di kala subuh.

Sejumlah tempat, jalan, dan benda dinamai untuk menghormati Riyadi. Sebuah jalan utama sepanjang 58-kilometer (36 mi) di Surakarta dinamakan sesuai nama sang brigadir jenderal.[fifteen]
KRI
Slamet Riyadi, sebuah fregat yang dikatakan sebagai salah satu kapal tercanggih yang dimiliki oleh TNI Angkatan Laut, juga dinamai menurut namanya,[xvi]
begitu juga dengan sebuah universitas di Surakarta dan Yayasan Pendidikan Katolik Slamet Riyadi.[17]

Rijadi telah menerima berbagai tanda kehormatan dari pemerintah Republic of indonesia. Ia menerima beberapa medali anumerta, termasuk Bintang Sakti pada bulan Mei 1961, Bintang Gerilya pada bulan Juli 1961, dan Satyalancana Bhakti pada bulan November 1961.[ten]
Pada ix November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Rijadi gelar Pahlawan Nasional Indonesia;[eighteen]
ia dikukuhkan sebagai pahlawan bersama dengan Adnan Kapau Gani, Ida Anak Agung Gde Agung, dan Moestopo, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 2007.[19]

Referensi

Catatan kaki
  1. ^


    a




    b




    c




    d



    Ajisaka & Damayanti 2010, hlm. 263.
  2. ^


    a




    b




    c




    d



    Pringgodigdo & Shadily 1973, hlm. 1024.

  3. ^

    Pour 2008, hlm. xiii.
  4. ^


    a




    b




    c



    Pour 2008, hlm. 15–16.

  5. ^


    20 Tahun Indonesia Merdeka, hlmn. 431

  6. ^

    Pour 2008, hlm. 19.

  7. ^

    Pour 2008, hlm. 20.

  8. ^

    Pour 2008, hlm. 21.

  9. ^

    Pour 2008, hlm. 22.
  10. ^


    a




    b




    c




    d




    eastward



    Pringgodigdo & Shadily 1973, hlm. 1025.

  11. ^

    Pour 2008, hlm. eight.
  12. ^


    a




    b



    Conboy 2003, hlm. 9.
  13. ^


    a




    b



    Conboy 2003, hlm. ten.

  14. ^

    Pour 2008, hlm. 12.

  15. ^

    Ayuningtyas 2011, Surakarta offers car-gratis.

  16. ^

    Erviani and Lilley 2011, Bali maritime security.

  17. ^

    Universitas Slamet Riyadi, Sejarah UNISRI.

  18. ^

    The Jakarta Post 2007, Four forgotten independence.

  19. ^

    Suara Merdeka 2007, Presiden Anugerahkan Gelar.
Daftar pustaka

  • 20 Tahun Republic of indonesia Merdeka.
    VII. Didigitalkan pada 13 September 2006 oleh Universitas Michigan. Departemen Penerangan R.I.



  • Ajisaka, Arya; Damayanti, Dewi (2010).
    Mengenal Pahlawan Indonesia
    (edisi ke-Revisi). Jakarta: Kawan Pustaka. ISBN 978-979-757-430-vii.



  • Ayuningtyas, Kusumasari (21 December 2011). “Surakarta offers car-free nighttime”.
    The Dki jakarta Mail service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-17. Diakses tanggal
    17 Maret
    2011
    .



  • Conboy, Kenneth (2003).
    Kopassus: Inside Republic of indonesia’s Special Forces. Jakarta: Equinox. ISBN 978-979-95898-8-0.



  • Erviani, Ni Komang; Lilley, Lawrence (1 April 2011). “Bali maritime security beefed up following flop threats”.
    The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-17. Diakses tanggal
    17 Maret
    2011
    .



  • “Four forgotten independence heroes get official recognition”.
    The Jakarta Post. xi November 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-03. Diakses tanggal
    17 Maret
    2011
    .



  • Pour, Julius (2008).
    Ign. Slamet Rijadi. Dki jakarta: Gramedia. ISBN 978-979-22-3850-i.



  • “Presiden Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional”.
    Suara Merdeka. 10 November 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-03. Diakses tanggal
    17 Maret
    2011
    .



  • Pringgodigdo, Abdul Gaffar; Shadily, Hassan (1973). “Slamet Riyadi”.
    Ensiklopedi Umum. Kanisius. hlm. 1024–1025. OCLC 4761530.



  • “Sejarah UNISRI”. Universitas Slamet Riyadi. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-09. Diakses tanggal
    12 Desember
    2013
    .



Persondata
Nama Rijadi, Slamet
Nama alternatif
Deskripsi singkat Indonesian Army general
Tanggal lahir 26 July 1927
Tempat lahir Surakarta, Key Java, Dutch E Indies
Tanggal kematian 4 November 1950
Tempat kematian Ambon, Maluku, Indonesia



Perlawanan Pangeran Diponegoro Masa Perjuangan

Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Slamet_Rijadi

Baca Juga :   Urutan Dari Proses Penghasilan Urin Yang Benar Adalah