Berikut Ini Yang Bukan Merupakan Peran Sistem Pembayaran Adalah

Berikut Ini Yang Bukan Merupakan Peran Sistem Pembayaran Adalah

Apa Itu Sistem Pembayaran?

Sistem Pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana, guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Sistem Pembayaran lahir bersamaan dengan lahirnya konsep ‘uang’ sebagai media pertukaran (medium of modify) atau

intermediary
dalam transaksi barang, jasa dan keuangan. Pada prinsipnya, sistem pembayaran memiliki three tahap pemrosesan yaitu otorisasi, kliring, dan penyelesaian akhir (settlement).


Evolusi Sistem Pembayaran


​Sistem Pembayaran terus berevolusi mengikuti evolusi uang dengan 3 unsur penggerak yaitu inovasi teknologi & model bisnis, tradisi masyarakat, dan kebijakan otoritas. Awal mula alat pembayaran yaitu sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan. Hanya saja masalah muncul ketika dua orang ingin bertukar tidak sepakat dengan nilai pertukarannya atau salah satu pihak tidak terlalu membutuhkan barang yang akan ditukar.

Untuk mengatasi hal itu, manusia mengembangkan uang komoditas. Komoditas di sini adalah barang dasar yang hampir dibutuhkan oleh semua orang, misalnya garam, teh, tembakau, hingga biji-bijian. Hewan ternak digunakan sebagai uang komoditas pada tahun 900 hingga 6000 Sebelum Masehi (SM). Gandum, sayuran, dan tumbuhan kemudian juga dijadikan uang komoditas setelah muncul budaya pertanian.

Selanjutnya uang primitif mulai digunakan sekitar tahun 1200 SM dan berupa cangkang kerang atau cangkang hewan lainnya. Orang Tionghoa mulai memproduksi imitasi kerang

cowrie

yang terbuat dari logam dan tembaga. Sekitar tahun 100 SM, potongan kulit rusa putih dengan ukuran dan diberi berbagai jenis warna juga pernah digunakan sebagai alat pembayaran.

Uang kertas mulai digunakan pada sebagai alat pembayaran. Swedia merupakan negara pertama di benua Eropa yang menggunakan uang kertas di tahun 1661 setelah pabrik kertas didirikan pada tahun 1150 di Spanyol.


Sistem Pembayaran Tunai

Secara garis besar sistem pembayaran dibagi menjadi dua yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran not-tunai. Perbedaan mendasar terletak pada instrumen yang digunakan. Sistem pembayaran tunai menggunakan uang kartal (uang kertas dan logam) sebagai alat pembayaran.

Sistem Pembayaran Not Tunai

Sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai, instrumen yang digunakan berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), cek, bilyet giro, nota debit, maupun uang elektronik (card based
dan

server based
). Cakupan sistem pembayaran non tunai dikelompokkan menjadi 2 jenis transaksi yaitu transaksi nilai besar (wholesale) dan transaksi ritel.

Transaksi nilai besar memiliki karakteristik transaksi yang bersifat penting dan segera (urgent), meliputi transaksi antar banking company, transaksi di pasar keuangan atau transaksi dengan nilai

ticket size

≥ Rp1 Miliar. Infrastruktur yang digunakan untuk memroses aktivitas transaksi ini adalah

Bank Indonesia Real Time Gross Settlement

(BI-RTGS) dan

Banking concern Indonesia Scripless Securities Settlement System

(BI-SSSS). Sedangkan transaksi ritel meliputi transaksi antar individu dengan nilai

ticket size

< Rp1 Miliar dengan karakteristik bernilai kecil dan relatif tinggi frekuensinya. Infrastruktur yang digunakan untuk memroses aktivitas transaksi ini adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). ​

Evolusi yang Dinamis

Alat pembayaran di Republic of indonesia berkembang sangat pesat dan maju. Alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based)
ke alat pembayaran nontunai (non-cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (newspaper based) misalnya cek dan bilyet giro yang diproses menggunakan mekanisme kliring/settlement. Selain itu dikenal juga alat pembayaran

paperless

seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai Kartu ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar (card-based).

Baca Juga :   Jumlah Maksimal Anggota Kelompok Vokal Adalah

Pada satu dekade terakhir, telah terjadi gelombang digitalisasi dan penetrasinya ke kehidupan masyarakat yang mengubah secara drastis perilaku masyarakat. Instrumen alat pembayaran pun semakin bervariasi dengan kehadiran uang elektronik berbasis kartu (scrap based) maupun peladen/server (server based). Pola konsumsi masyarakat pun mulai bergeser dan menuntut pembayaran serba

mobile
, cepat serta aman melalui berbagai

platform
antara lain web,

mobile
,

Unstructrured Supplementary Service Data
(USSD) dan

SIM Toolkit

(STK).

Selanjutnya, muncul instrumen

virtual currency

yang merupakan uang digital yang diterbitkan oleh pihak lain selain otoritas moneter dan diperoleh dengan cara

mining
, pembelian atau transfer pemberian (reward). Kepemilikan

virtual currency
sangat berisiko dan sarat akan spekulatif. Hal ini dikarenakan tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat

underlying nugget

yang mendasari harga serta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, Banking concern Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli, atau memperdagangkan

virtual currency

sebagaimana diatur dalam PBI eighteen/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Perkembangan Sistem Pembayaran Saat Ini

Dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, telah melahirkan pola pemikiran baru yang turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika mekanisme pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dalam hal perpindahan dana secara cepat, aman dan efisien, maka inovasi-inovasi teknologi pembayaran semakin bermunculan dengan sangat pesat.  Bank Indonesia dituntut untuk selalu memastikan bahwa setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan jalannya kegiatan sistem pembayaran.​

Berkaca pada kondisi tersebut, perkembangan sistem pembayaran tidak pernah terpisahkan dengan inovasi-inovasi infrastruktur teknologi, maka perkembangan sistem pembayaran di Republic of indonesia saat ini mengarah pada upaya penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem dengan bertopang pada kemajuan teknologi informasi.  Industri pembayaran baik yang melibatkan banking concern maupun lembaga selain bank berlomba-lomba melakukan pengembangan sistem pembayarannya. Bahkan saat ini peranan lembaga selain bank (LSB) di dalam penyelenggaraan sistem pembayaran semakin nyata dengan semakin banyaknya LSB yang melakukan kerjasama dengan perbankan baik sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup kemungkinan sebagai penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran tersebut.

Bank Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan settlement transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia

Real Time Gross Settlement

(BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan Bank

Indonesia Scripless Securities Settlement System

(BI-SSSS) juga terus berupaya memperbaiki dan memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar selalu efisien, aman, dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.

Masyarakat kini dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen pembayaran yang semakin bervariasi. Terjadi pergeseran instrumen yang semula menggunakan

paper-based instrument

seperti cek dan bilyet giro ke penggunaan

carte based

dan

electronic based instrument

terlihat dari semakin terbiasanya masyarakat bertranskasi dengan kartu kredit, kartu ATM/Debet, uang elektronik baik

bit based

maupun

server based

sebagai alat pembayaran.

Penguatan infrastruktur tersebut tercermin dimana Bank Indonesia sebagai penyelenggara sistem pembayaran mulai mengoperasikan layanan settlement

Payment-versus-Payment

(PvP) pada Sistem

Bank Indonesia Real Fourth dimension Gross Settlement

(-RTGS). Layanan penyelesaian

settlement

dari transaksi jual beli valuta asing khususnya

U.s. Dollar

(USD) terhadap

Indonesian

Rupiah (IDR) dilakukan secara bersamaan. Hal ini untuk menghindari terjadinya risiko kegagalan settlement pada saat pertukaran nilai uang dilakukan. Selain itu, dengan kecenderungan transaksi pembayaran ke depan yang semakin tiada batas, tentu memunculkan kebutuhan likuiditas yang semakin tinggi bagi para pelaku ekonomi, antara lain munculnya ragam derivasi produk keuangan global dan hilangnya batasan wilayah ekonomi regional yang digagas melalui MEA maupun kerjasama regional lainnya.

Baca Juga :   Konsumsi Eva Terhadap Bakso

Selain PvP, penguatan infrastruktur lainnya adalah penyatuan penyelenggaraan fungsi settlement surat berharga BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan settlement di Depository financial institution Indonesia. Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan kegiatan settlement dana dan surat berharga berikut infrastruktur dan sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan Bank Indonesia kepada

stakeholders
terkait.

Tak ketinggalan di sisi ritel, Sistem Kliring Nasional Bank Republic of indonesia (SKNBI) yang merupakan sistem kliring. Penyempurnaan SKNBI dilakukan untuk meminimalkan risiko kredit pada kliring debet. Penerapan prinsip

no money no game

pada proses penghitungan kliring debet yang baru, menuntut bank untuk selalu menjaga kecukupan pendanaan awal agar dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban tagihan pembayaran dari bank lainnya.

Hal ini mendorong bank peserta kliring untuk melakukan pengelolaan likuiditasnya secara lebih baik dan efisien. Masih di sisi pembayaran ritel, perkembangan industri pembayaran ritel diarahkan kepada penciptaaninteroperabilityantar sistem yang digunakan demi terciptanya keamanan dan efisiensi sistem pembayaran. Standardisasi nasional instrumen kartu ATM/Debet adalah salah satunya. Dilatarbelakangi oleh isu keamanan bertransaksi dalam menggunakan kartu ATM/Debet, penggunaan teknologi chip pada kartu ATM/Debet diyakini dapat meminimalkan timbulnya kejahatan

fraud

pada kartu ATM/Debet. Selain itu,

interoperability

antar sistem juga diciptakan pada penyelenggaraan uang elektronik

Depository financial institution Indonesia telah menetapkan lima visi Sistem Pembayaran Republic of indonesia 2025. Sebagai salah satu

quick win

untuk mewujudkan visi SPI 2025 tersebut, Bank Indonesia telah melakukan kebijakan operasional SKNBI yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri dengan tetap memperhatikan perlindungan nasabah.

Perkembangan Kebijakan Sistem Pembayaran

Orientasi kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran mulai bergeser sejak 1 dekade terakhir, dari pengembangan infrastruktur sistem pembayaran yang dioperasikan langsung oleh Bank Indonesia menuju penataan rezim regulasi dan kelembagaan industri sistem pembayaran, khususnya sistem pembayaran ritel yang tidak terlepas dari dampak menguatnya arus digitalisasi.


Dalam rangka mendukung kegiatan ekonomi, Depository financial institution Republic of indonesia berkomitmen untuk menyediakan uang Rupiah di seluruh wilayah Indonesia sesuai kebutuhan masyarakat. Proses distribusi uang Rupiah terus diperkuat agar perekonomian dapat terus tumbuh secara merata. Struktur jaringan distribusi uang dioptimalkan dengan pengiriman melalui 12 depo kas sebagai

hub

ke seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia.

Depository financial institution Indonesia juga bekerja sama dengan POLRI dan TNI dalam mengawal dan mengamankan jalur distribusi uang di seluruh wilayah NKRI. Layanan kas titipan juga terus ditingkatkan bersinergi dengan perbankan, termasuk mempercepat penarikan uang tidak layak edar. Pembukaan kas titipan diprioritaskan bagi daerah-daerah yang memiliki keterbatasan akses dan jarak ke Kantor Perwakilan Bank Republic of indonesia. Layanan kas prima juga tetap dilakukan pada saat terjadi kondisi darurat atau bencana agar aktivitas perekonomian dapat berjalan. ​

​Blueprint Sistem Pembayaran Republic of indonesia 2025: Menavigasi Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital

Arus digitalisasi masuk secara deras ke Indonesia, demikian pula potensinya di masa depan. Tren digitalisasi tersebut mempengaruhi sendi-sendi perekonomian, mengubah pola transaksi masyarakat, baik individu maupun korporasi, dan mendisrupsi fungsi-fungsi konvensional, tidak terkecuali di sektor keuangan.

Dengan gambaran tersebut, tren digitalisasi ekonomi dan keuangan di Republic of indonesia memberikan peluang sekaligus risiko. Perkembangan teknologi digital dan inovasi telah memungkinkan perkembangan sistem pembayaran yang nyaman, cepat, dan efisien serta membuka lebar peluang inklusivitas ekonomi-keuangan. Namun demikian, kemajuan tersebut muncul bukan tanpa risiko, risiko

cyber security,

AML-CFT dan proteksi terhadap pemanfaatan data. Selain itu, tendensi penguasaan ekosistem digital rentan terhadap penguasaan pasar dan penyalahgunaan data yang mengganggu stabilitas sistem keuangan. Risiko penting lainnya adalah potensi hilangnya peran konvensional perbankan dan menguatnya

shadow banking

yang berujung pada terganggunya efektivitas kebijakan moneter.

Baca Juga :   Tanda Nada Panjang

Tantangan kebijakan bagi otoritas ekonomi dan keuangan di era digital, khususnya Banking company Indonesia adalah mencari titik keseimbangan yang tepat antara upaya mengoptimalkan peluang yang diusung oleh inovasi digital dengan upaya untuk memitigasi risiko.

Untuk itu, hadirnya Visi Sistem Pembayaran Republic of indonesia dan
BlueprintSistem Pembayaran Republic of indonesia 2025 diharapkan dapat memberikan arah yang jelas, guna memperoleh manfaat digitalisasi dengan tetap menjamin terlaksananya mandat Banking company Indonesia dalam pengedaran uang, moneter, dan stabilitas sistem keuangan.

Lima Visi SPI 2025 adalah

Pertama,

mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan.

Kedua,

mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui

open up-banking

maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.

Ketiga,

menjamin

interlink

antara

Fintech

dengan perbankan untuk menghindari risiko

shadow banking
melalui pengaturan teknologi digital (seperti

Awarding Programming Interface
-API), kerjasama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.

Keempat,

menjamin keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan

Know Your Customer

(KYC) &

Anti-Money Laundering

/Combating the Financing of Terrorism
(AML/CFT), kewajiban keterbukaan untuk information/informasi/bisnis publik, dan penerapan

reg-tech
dansup-techdalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan.

Kelima,
menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerjasama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.


Kelima visi SPI 2025 ini akan diwujudkan dalam lima inisiatif, baik yang akan diimplementasikan langsung oleh Bank Indonesia maupun melalui kolaborasi dan koordinasi dengan otoritas terkait dan industri.

Inisiatif pertama
adalahopen cyberbankingdaninterlink bank-fintech yang terwujud melalui standarisasiopen up API yang memungkinkan keterbukaan informasi keuangan bank danfintechkepada pihak ketiga secara aman.


Inisiatif kedua

adalah pengembanganretail payment yang mengarah kepada penyelenggaraan secaraexistent time24/7 dengan keamanan dan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan melaluifast payment,optimalisasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan pengembanganunified payment interface.


Inisiatif ketiga

merupakan pengembanganwholesale paymentdanfinancial marketplace infrastructure.Cakupan ini meliputi beberapa pengembangan yang salah satunya adalah pengembangan RTGS.

Inisiatif keempat
berbicara mengenai information, dalam hal ini melakukan pengembangan information nasional yang kolaboratif dan terintegrasi sehingga dapat dioptimalkan pemanfaatannya.Inisiatif terakhir
adalah melakukan pengaturan, pengawasan, perizinan, dan pelaporan untuk percepatan Ekonomi Keuangan Digital (EKD).

Dengan
Design
Sistem Pembayaran Republic of indonesia 2025, diyakini bahwa inovasi digital akan sanggup membuka akses 83,1 juta populasi

unbanked
dan 62,9 juta UMKM pada ekonomi dan keuangan formal secara

sustainable
. Dengan demikian, semua upaya yang dilakukan diarahkan untuk masa depan Indonesia yang lebih kuat dan merata.​

Berikut Ini Yang Bukan Merupakan Peran Sistem Pembayaran Adalah

Source: https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/sistem-pembayaran/default.aspx