Pada Mulanya Manusia Purba Bercocok Tanam Dengan Cara Berhuma Yaitu
Pada Mulanya Manusia Purba Bercocok Tanam Dengan Cara Berhuma Yaitu
“Hai guys,….. sejarah kelas x .blogspot.com akan membahas mengenai Indonesia pada zaman prakasara: Kehidupan ekonomi pada masa bercocok tanam. Melalui postingan ini, diharapkan kalian semua dapat terbantu dalam memahami corak kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman praaksara).”
Pada masa bercocok tanam, mereka sudah melakukan usaha pertanian secara berpindah-pindah menurut kesuburan tanah. Pertanian berbentuk perladangan dengan cara membakar hutan terlebih dahulu, kemudian dibersihkan dan ditebarkan benih-benih tanaman. Tumbuh- tumbuhan yang mula-mula ditanam adalah kacang-kacangan, mentimun, umbi-umbian dan biji-bijian seperti jawawut, jenis padi, dan sebagainya.
Adanya kegiatan bercocok tanam ini didasarkan pada beberapa temuan di kawasan Asia Tenggara. Orang-orang di Asia Tenggara sudah menemukan suatu bentuk pertanian sederhana, yaitu pertanian ladang atau perladangan. Di Asia Tenggara sistem perladangan berpindah sudah dilakukan manusia pada masa akhir Pletosen atau kira-kira 9000 tahun Sebelum Masehi. Cara manusia bercocok tanam pada sistem perladangan adalah pertama-tama mereka menebang hutan lalu membakar ranting-ranting, daun, dan pohonnya. Sesudah dibersihkan baru mereka menanam sejenis umbi-umbian. Setelah masa panen, mereka akan meninggalkan tempat itu dan mencari tempat yang baru dengan cara yang sama, yakni tebang dan bakar. Oleh karena itu, sistem perladangan ini disebut slash and burn yang artinya tebang dan bakar.
Cara bercocok tanam pada masa bercocok tanam adalah dengan berhuma, yaitu dengan menebangi hutan dan menanaminya. Dengan pengolahan tanah yang sangat sederhana, mereka menanami ladang itu dengan kedelai, ketela pohon atau ubi jalar. Kalau ladang yang mereka tanami mulai berkurang kesuburannya, mereka membuka ladang baru dengan cara menebang dan membakar bagian-bagian hutan yang lain. Alat-alat yang digunakan pada masa bercocok tanam masih terbuat dari bahan-bahan yang digunakan pada masa sebelumnya, yaitu dari batu, tulang binatang, tanduk, dan kayu.
Cara bercocok tanam yang mula-mula dikenal adalah berladang atau berhuma. Yang ditanam yaitu semacam padi-padian yang tumbuh liar di mana-mana. Mereka pun telah mulai memelihara binatang. Sejalan dengan kemampuan bercocok tanam mereka telah pula berhasil membuat wadah berupa gerabah. Wadah tersebut dibuat untuk menyimpan persediaan makanan. Kadang-kadang gerabah itu diberi hiasan. Dari hiasan itu dapat diduga bahwa manusia pada masa bercocok tanam sudah mengenal tenunan. Banyak pula gelang-gelang dari batu indah dan manik-manik. Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia bercocok tanam sudah mulai menghias diri.
Dalam masyarakat yang sepenuhnya sudah mencurahkan perhatian pada kegiatan pertanian, kehidupan mereka semakin teratur dan memiliki banyak waktu luang. Di sela-sela waktu tanam panen itulah dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang dapat menunjang kehidupannya, baik itu untuk kepuasan jasmani maupun rohani. Untuk pemuasan jasmani, misalnya mereka mengadakan kontak-kontak perdagangan dengan kelompok lain. Sekalipun bentuk perdagangan pada waktu itu berupa perdagangan castling, namun dalam perdagangan mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak dihasilkan di daerah asalnya. Barang-barang dagangan biasanya dibawa sampai jarak jauh melalui darat, sungai atau lautan. Barang-barang yang dipertukarkan tidak hanya berupa hasil-hasil pertanian tetapi juga hasil-hasil industri rumah tangga, seperti gerabah, perhiasan, ikan garam, dan hasil-hasil laut lainnya. Adapun untuk pemenuhan kepuasan rohani dapat kita lihat dari peninggalan-peninggalan yang berupa hasil-hasil seni, baik itu seni lukis, seni kerajinan, maupun seni bangunan.
Sumber :
Lihat Foto
Ilustrasi Zaman Neolitikum
KOMPAS.com –
Masa bercocok tanam lahir melalui proses panjang dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidup pada periode-periode sebelumnya.
Periode ini amat penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban masyarakat, karena beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat.
Hal ini dikarenakan kemampuan berpikir manusia prasejarah semakin terasah untuk menjawab tantangan alam.
Masa bercocok tanam dimulai sekitar x.000 tahun lalu, bersamaan dengan Zaman Neolitikum.
Kehidupan masyarakat masa bercocok tanam ditandai oleh perubahan tradisi yang semula mengumpulkan makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan (food producing).
Jenis manusia pendukung dari periode ini adalah Proto Melayu, antara lain suku Dayak, Toraja, Sasak, dan Nias.
Masa bercocok tanam sering disebut sebagai masa revolusi kebudayaan karena terjadi perubahan besar pada berbagai corak kehidupan masyarakat praaksara.
Kehidupan ekonomi pada masa bercocok tanam
Secara ekonomi, manusia purba pada periode ini telah berhasil mengolah makanan sendiri (food producing).
Masyarakatnya mulai membuka hutan kemudian menanaminya dengan sayur dan buah untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
Sementara binatang buruan yang mereka tangkap mulai dipelihara dan diternak.
Sejarah manusia purba Neolitikum ternyata menarik dibahas, terutama saat awal manusia mengenal sistem bercocok tanam dan berternak. Hal ini disebabkan oleh kemampuan berfikir manusia dalam mempertahankan kehidupannya mulai berkembang.
Peristiwa ini mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok manusia yang lebih maju dan menetap dalam satu tempat.
Selain berkembangnya cara berternak, di zaman ini mereka juga mulai hidup bercocok tanam. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah dapat menguasai alam lingkungannya berseta isinya.
Baca Juga:
Fosil Manusia Purba Termuda dari Homo Erectus Ada di Indonesia, Simak Faktanya
Kemampuan memproduksi bahan makanan ini menjadi dasar utama bagi mereka untuk hidup dan menetap.
Sejarah Manusia Purba Neolitikum
Sejarah manusia purba pada zaman Neolitikum berputar sekitar berkembangnya kemampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya lewat bercocok tanam. Berikut penjelasannya:
Berhuma Adalah Kehidupan Bercocok Tanam yang Pertama Kali Ditemukan Manusia Purba
I Wayan Badrika dalam bukunya berjudul “Sejarah Nasional Indonesia dan Umum ane” (2000: 17), mengungkapkan bahwa kehidupan bercocok tanam pertama kali yang ditemukan oleh manusia purba pada masa Neolitikum adalah berhuma.
Manusia purba pada masa neolitikum adalah sebuah revolusi dari kehidupan Foof Gathering menjadi Food Producing.
Adapun sistem berhuma merupakan teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya.
Setelah tanah tidak subur mereka pidah dan mencari bagian hutan yang lain. Para manusia purba selalu mengulang pekerjaan membuka hutan, demikian seterusnya.
Setelah melakukan buka tutup lahan di hutan, I Wayan Badrika juga menjelaskan bahwa manusia mulai memikirkan kehidupan menetap dalam jangka waktu yang lama.
Maka dari itu dalam sejarah manusia purba Neolitikum, manusia mulai memikirkan untuk berocok tanam pada tanah yang bisa dimanfaatkan berulang kali. Sehingga mereka mulai mengenal cara bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan.
Baca Juga:
Manusia Purba Lucy Sempat Viral, Peneliti: Tidak Lebih Pintar dari Kera
Sejak bercocok tanam di daerah persawahan itulah, pada akhirnya manusia purba tidak lagi memikirkan untuk hidup berpindah-pindah seperti pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Hal ini barangkali menjadi pola kehidupan yang normal pada masa kini.
Teknik Berternak Pada Zaman Manusia Purba
Ketika alam menuntut manusia purba mencari makanan dengan mengolahnya sendiri dan menetap dalam satu tempat, akhirnya mereka mulai menanam jenis-jenis tanaman yang semula tumbuh liar untuk memenuhi kehidupan hidupnya.
Selain bercocok tanam, mereka juga memiliki teknik berternak hewan yang dimulai dengan menjinakkan hewan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebut saja kuda, anjing, kerbau, sapi, dan babi. Hal ini merupakan usaha manusia purba yang tak terlepas dari peran poly peptide hewani yang diperlukan tubuh.
Menurut Slamet Sujud Purnawa Jati dalam jurnal ilmiah berjudul “Pra Sejarah Indonesia: Tinjauan Kronologi dan Morfologi” (2013: 27), teknik berternak pada masa ini cenderung aneh dan baru dalam sejarah manusia purba Neolitikum.
Hewan-hewan liar pun mulai jinak dan mudah diolah menjadi berbagai olahan makanan pada saat itu. Dari sinilah akhirnya kebiasaan berburu mulai ditinggalkan dari kehidupan sehari-hari manusia purba.
Pada Masa Bercocok Tanam dan Berburu, Manusia Purba Mengenal Sistem Ekonomi Castling
I Wayan Badrika (2000: 17), mengungkapkan bahwa dalam kehidupan bercocok tanam, tidak ada satu anggota masyarakat pun yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya sendiri.
Oleh karena itu, mereka menjalin hubungan yang lebih erat dengan sesama anggota masyarakat lain. Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka mengadakan pertukaran barang dan barang, atau biasa dikenal dengan sistem ekonomi Castling.
Pertukaran barang dengan barang ini menjadi awal munculnya sistem perekonomian pertama dalam kehidupan manusia.
Dalam sejarah manusia purba Neolitikum tercatat bahwa sistem tukar menukar berlangsung tidak hanya terbatas pada lingkungan daerah tempat tinggalnya. Namun lebih jauh lagi, yakni sampai keluar tempat tinggalnya.
Dengan demikian sejak masa kehidupan bercocok tanam masyarakat mulai mengenal sistem perekonomian barter atau pertukaran antara barang dan barang.
Kehidupan manusia purba pun diketahui semakin bertambah maju setelah mengenal logam. Produk logam yang diciptakan manusia purba memiliki nilai tukar yang sangat tinggi, sehingga banyak diantara kelompok manusia purba yang menyimpan bahan makanan.
Selain itu kemampuan mengerjakan logam memperlihatkan semakin tingginya tingkat kemampuan yang dimiliki oleh manusia purba yang semakin maju, dan berkembang.
Begitulah sepenggal sejarah manusia purba Neolitikum terkait manusia purba masa bercocok tanam dan berternak.
(Erik/R7/Hour-Online)
Pada Mulanya Manusia Purba Bercocok Tanam Dengan Cara Berhuma Yaitu
Source: https://sepuluhteratas.com/sistem-pertanian-berhuma-pada-masa-bercocok-tanam-dikenal-juga-dengan-istilah